Sistem Informasi Desa Tinggarjaya
Tinggarjaya
sebagaimana kebanyakan desa-desa di wilayah Banyumas yang cukup jauh dari
pengaruh kekuasaan kerajaan pada masanya adalah sebuah daerah yang dibuka
(banyumasan: ditrukahi) oleh prajurit kerajaan Mataram Islam dan beberapa pendatang
dari luar yang berlatar belakang santri. Tercatat sejumlah nama-nama misalnya :
Mbah Hadik Santri, Mbah Tegaljaya, Mbah Gedhong, Mbah Adipati, Singapraja,
Natapraja, Bandhayudha dan yang agak belakangan adalah Mbah Muhammad Khoeron.
Mereka tersebar di beberapa grumbul yang ada di Tinggarjaya yaitu Kaligusur
(dulu lebih dikenal dengan Dawuhan Kemiri), Karangcapit (Lor) (dikenal dengan
Rawagombyang dan Gupakan Warak yang dahulunya konon sebagai persembunyian para
pencoleng dan maling), Kedunglegok, dan Kalikangkung.
Perlu menjadi catatan juga bahwa ada sebuah mitos yang berkembang di
masyarakat bahwa ada sebuah makam yang sekarang berada di halaman Laboratorium
Penelitian Hama dan Penyakit Wilayah Banyumas di antara grumbul Kutawinangun
dan Karangcapit yang diyakini sebagai makam seorang sakti yang meninggal
bersama seekor harimau yang memangsanya namun tidak memenuhi permintaannya agar
dalam memakan badannya tidak mencecerkan satu tetes pun darah ke tanah.
Desa Tinggarjaya tidak luput dari catatan masa penjajahan, awal
kemerdekaan, pemberontakan DI/ TII dan peristiwa berdarah pemberontakan PKI.
Sesama warga saling berhadapan karena berlawanan posisi adalah hal yang wajar
pada masa tersebut, namun berkat kedewasaan masyarakatnya, luka tersebut tidak dijadikan
dendam yang berkelanjutan.
Kemajuan pembangunan di Tinggarjaya dalam perkembangannya dulu memiliki
catatan yang sangat signifikan. Sekolah Rakyat didirikan di Tinggarjaya dan
menjadi tujuan belajar sejumlah anak-anak di seantero Kecamatan Jatilawang dan
sebagian Purwojati (desa Gerduren). Pernah pula berdiri lembaga pendidikan
menengah yang cukup bergengsi yaitu Mu’allimin (sekarang bangunannya
dipergunakan MTs Maarif NU 1 Tinggarjaya) dan Sekolah Guru Agama (yang sekarang
dipakai MI Muhamadiyah Tinggarjaya).
Pada sektor pertanian yang pernah menjadi prioritas utama pembangunan
masa orde baru, di Tinggarjaya pada tahun 1973 Presiden Soeharto meresmikan
bangunan proyek Tajum Pilot Scheme yang fokus pada kegiatan penelitian
pembenihan tanaman padi dan juga pembangunan saluran irigasi dengan bangunan
yang monumental yaitu jembatan (biasa dinamai Pemancangan) yang menjadi
penghubung saluran irigasi Desa Tinggarjaya melintasi Sungai Tajum menuju desa
Gerduren. Pembangunan saluran irigasi inilah yang mencetak tanah gaga
(pertanian kering) menjadi tanah persawahan sehingga sampai sekarang
Tinggarjaya merupakan desa yang memiliki lahan sawah terluas di Kabupaten
Banyumas. Dalam kesempatan tersebut diresmikan pula bangunan baru Balai Desa
Tinggarjaya yang semula pernah berdiri di mulut gang jurusan Kedunglegok yang
bersebelahan dengan Pasar Thengok desa Tinggarjaya.
Sejarah kepemimpinan Kepala Desa Tinggarjaya diawali oleh Lurah Raden
yang memerintah pada masa awal kemerdekaan, adapun secara lengkapnya adalah sebagai
berikut:
1. Lurah Raden (1935
sd. 1940)
2. Sastrawijaya (1940
sd. 1948)
3. Abu Marji (1948
sd. 1955)
4. Abu Ngamar (1955
sd. 1957)
5. Warjo (1957
sd. 1962)
6. Wamihardja (1962
sd. 1985)
7. Sidan Hadi Danu Martopo (1985 sd. 1999)
8. Suharno (1999
sd. 2006)
9. Ilyas (2007
sd. 2013)
10. Sidan
Hadi Danu Martopo (2013 sd. 2019)
11. Warmono,
S.Pd. (2019 s.d.
sekarang)