Sistem Informasi Desa Tinggarjaya
Pak Ahmad, seorang pengrajin batu bata merah asal Desa Cumplung, Tinggarjaya, Jatilawang telah menggeluti usaha ini sejak tahun 2000. Meskipun memulai dengan modal yang terbatas, kini usaha batu bata yang ia kelola menjadi sumber penghidupan yang stabil, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi banyak pekerja lokal. Dengan proses pembuatan yang teliti, batu bata merah hasil karya Pak Ahmad memiliki kualitas yang tak kalah dengan produk sejenis di pasaran, menjadikannya pilihan terpercaya bagi banyak orang.
Proses pembuatan batu bata memakan waktu sekitar satu bulan, mencakup pencetakan, pengeringan, dan pembakaran. Namun, dalam kondisi ideal, proses ini bisa selesai hanya dalam satu minggu. Setiap bulan, Pak Ahmad bisa memproduksi hingga 20.000 balok batu bata, tergantung cuaca dan ketersediaan tenaga kerja. Bahan baku utamanya berasal dari tanah liat yang didapatkan dari daerah sekitar, seperti Kedungwringin, Adisara, Gunung Wetan, dan daerah persawahan di Kecamatan Jatilawang.
Meskipun usahanya cukup besar, Pak Ahmad menghadapi beberapa tantangan, terutama cuaca yang tak menentu dan terbatasnya tenaga kerja. Untuk memproduksi batu bata, biasanya dibutuhkan 3 hingga 4 orang, tergantung luasnya lokasi produksi. Bagi sebagian pekerja, menjadi kuli batu bata adalah mata pencaharian utama. Namun, faktor cuaca dan keterbatasan tenaga kerja seringkali menjadi kendala.
Batu bata hasil produksi Pak Ahmad biasanya dibeli oleh pelanggan dari daerah Pekalongan, Purwokerto, Tegal, Cilacap, dan Purbalingga. Pengiriman menggunakan truk dengan biaya pengangkutan yang biasanya ditanggung oleh pembeli. Harga satu balok batu bata dipatok sekitar Rp460, sementara batu bata mentah dijual seharga Rp250 per balok.
Dengan dukungan alam yang melimpah dan keterampilan yang dimiliki oleh para pengrajin, desa ini memiliki peluang untuk terus mengembangkan industri batu bata, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, tetapi juga untuk bersaing di pasar yang lebih luas.